Dialog al-Waqidiy Menyangkut Ketuhanan Orang Nasrani
Perdebatan soal keesaan Tuhan menjadi salah satu hal paling penting dalam
sebuah keyakinan beragama. Karena perbedaan keesaan akan menyebabkan adanya
perbedaan agama. Persoalan ketuhanan adalah persoalan pokok (ushul) tidak bisa
ditawar-tawar. Berbeda dengan perbedaan dalam bidang cabang-cabang keimanan
(furu') yang masih bisa menerima perbedaan antara satu dengan yang lain,
seperti menyoal terminologi poligami, tapi soal keesaan Tuhan tidaklah
demikian. Tulisan ini adalah membincang seputar dialog al-Waqidiy
menyangkut ketuhanan arang Nasrani. Namun harus tetap dihormati keyakinan
saudara kita yang belum memeluk agama Islam.Tulisan ini dimaksudkan untuk
memperkokoh keimanan kita sebagai umat Islam dan sama sekali tidak ada tendensi
untuk melemahkan kepercayaan agama lain.
Di dalam Alquran Allah berfirman,
يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى
اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ
اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ فَآمِنُوا
بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلَا تَقُولُوا ثَلَاثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ
إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَهُ مَا
فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلًا
Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas
dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.
Sesungguhnya Al Masih, `Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang
diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan
tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan
janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari
ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa,
Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah
kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara. (QS.
an-Nisa': 171)
Di dalam ayat tersebut di atas, nampak sifat orang
nasrani yang berlebihan dalam beragama. Dalam hal ini, berlebihan dalam
mengangkat hingga menganggap Isa sebagai anak Allah swt. Menurutnya keesaan
tuhan terdiri dari tiga unsur, yaitu unsur anak, ibu dan roh kudus. Ayat
tersebut di atas juga dijadikan sebagai bantahan atas kebenaran keyakinan
mereka.
Dalam tafsir Abu Su'ud Juz 2, 159, diceritakan,
pada suatu hari ada percakapan seorang dokter dari kaum Nasraniy dengan Imam
Ali Husain bin al-Waqidiy. Dokter Nasraniy berkata kepada al-Waqidiy,
sesungguhnya di dalam kitabmu (Alquran) menunjukkan bahwa Isa diciptakan dari
ruh tuhan (ruuh minhu)--sebagaimana tersebut dalam ayat di atas--.
Mendengar hal itu, al-Waqidiy sepontan membantah, bahwa pemahana tersebut
salah. Bila bagian dari ruh tersebut dianggap anak tuhan maka dunia ini juga
anak tuhan, karena dunia seleuruhnya tercipta dari-Nya, sembari membaca ayat,
وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
مِنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit
dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
kaum yang berfikir. (QS. al-Jatsiyah: 13)
di dalam ayat lain, Alquran menjelaskan bahwa yang dikandung oleh Maryam adalah
melalui proses peniupan ruh ke dalam rahimnya.
وَالَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهَا مِنْ رُوحِنَا
وَجَعَلْنَاهَا وَابْنَهَا ءَايَةً لِلْعَالَمِينَ.
Dan (ingatlah kisah) Maryam yang telah memelihara
kehormatannya, lalu Kami tiupkan ke dalam (tubuh) nya ruh dari Kami dan Kami
jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam.
(QS. al-Anbiya': 91)
Frase min ruuhina dalam ayat tersebut, menurut
mufsir, min di situ mempunyai fungsi li tab'idh (sebagian),
jadi yang ditiupkan adalah sebagian ruh Allah, bukan lantas Isa dimaknai
sebagai anak Tuhan
Sesungguhnya penciptaan Isa as adalah bagian dari
kebesaran Allah swt, menciptakan makhluk tanpa perantara seorang bapak.
Kejadian serupa juga terjadi pada saat penciiptaan Adam as, bahkan Adam
diciptakan tidak melalui perantara seorang Ibu maupun Bapak. Sekali lagi, hal
itu harusnya dibaca sebagai keagungan penciptaan Allah SWT.
Post a Comment